Selasa, 22 November 2011

Daulah Bani Umayyah

Daulah Bani Umayyah


KATA PENGANTAR

Add caption
Puji syukur alhamdulillah penulis persembahkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk menjadi rahamat sekalian alam. Seiring dengan itu ,tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini menjelaskan tentang sejarah Daulah Umayyah I. Mulai dari latar belakang berdirinya hingga kehancurannya. Penulis menyadari akan kekurangan dari makalah ini. Karena “Tak ada gading yang tak retak”. Oleh karenaitu,saran dan masukan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah ini dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

 BAB I

PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Sepenimggalnya Khalifah Ali bin Abi Thalib,kekhalifahan islam dipegang oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Seorang tokoh yang kecewa atas kebijaksanaan yang diambil oleh Ali bin Abi Thalib dalam mengambil keputusan terhadap kasus pembunuhan Khalifah Ustman bin Affan. Beliau juga merupakan pendiri Daulah Umayyah.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang Islam pada masa Daulah Umayyah I atau tepatnya di daerah Damaskus, Suriah. Dan untuk lebih detailnya, perkembangan islam di Damaskus ini akan diuraikan pada bab Pembahasan.



B. RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
  1. Bagaimana latar belakang berdirinya Daulah Umayyah I di Damaskus

  2. Siapa saja khalifah yang terkenal

  3. Apa saja kebijakan dan karakteristik Daulah

  4. Apa saja penyebab kemajuan, kemunduran dan kehancuran Daulah Umayyah I di Damaskus.
Demikianlah mengenai sedikit isi makalah ini yang dapat tim penulis selesaikan.



BAB II

PEMBAHASAN 

DAULAH UMAYYAH


Bani Umayyah merupakan masa kekhalifahan atau pemerintahan islam yang pertama setelah berakhirnya masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.

A. Latar Belakang Berdirinya Daulah Umayyah

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Kekhalifahan islam dipegang oleh Abu Bakar as-Sidiq dan Bani Umayyah merasa bahwa kelas mereka di bawah kelas kaum Anshar dan Muhajirin. Mereka harus menunjukkan perjuangan mereka dalam membela islam ,untuk memiliki kelas yang setingkat. Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah,mereka dikirim ke Suriah untuk berperang melawan Bizantium. Atas jasanya,Yazid bin Abu Sufyan diangkat menjadi gubernur disana.

Pada masa pemerintahan Usamn bin Affan,Muawiyah bin Abu Sufyan diangkat menjadi gubernur di Suriah menggantikan saudaranya. Selain itu,Bani Umayyah menjadi penguasa disana.

Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib merupakan awal dari kehancuran umat islam. Hal ini dikarenakan Muawiyah bin Abu Sufyan merasa tidak puas dengan kebijaksanaan Khalifah Ali bin Abi Thalib ketika menangani kasus pembunuhan Usman bin Affan. Golongan ini merasa sangat kecewa dengan pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.Akhirnya perselisihan ini memuncak menjadi Perang Jamal. Pereselisihan antara pihak Ali bin Abi Thalib dengan pihak Muawiyah tidak berakhir sampai disitu,akan tetapi perselisihan ini memuncak menjadi Perang Shiffin. Dalam perang itu terjadi peristiwa Tahkim atau Arbitrase.akan tetapi peristiwa ini memunculkan satu golongan yang disebut dengan golongan Khawarij. Golongan ini adalah orang-orang yang kecewa dengan peristiwa Tahkim tersebut dari pihak Ali bin Abi Thalib.

Ali bin Abi Thalib pun dibunuh oleh salah seorang dari kelompok Khawarij tersebut pada tahun 661 M. Meninggalnya Ali bin Abi Thalib membuat Muawiyah mengumumkan dirinya sebagai khalifah yang baru dengan berpusat di Damaskus,Suriah. Akan tetapi,Hasan bin Ali,putra Ali bin Abin Abi Thalib,tidak mau mengakuinya. Hal ini mulai menyulut pertentangan dikalangan umat islam.Akhirnya Hasan bin Ali membuat perjanjian damai dengan Muawiyah bin Abu Sufyan. Peristiwa ini dikenal dengan Aumul Jama'ah dan terjadi pada tahun 41 atau 661 M.

Perjanjian itu dapat mempersatukan kembali umat Islam dalam suatu kepemimpinan politik,dibawah Muawiyah bin Abu Sufyan. Di sisi lain perjanjian itu menyebabkan Muawiyah menjadi penguasa absolute dalam islam. Dinasti Umayyah berkuasa hampir satu abad,teoatnya selama 90 tahun,dengan empat belas khalifah.



B. I. Khalifah-khalifah Daulah Umayyah



1.Muawiyah ibn Abi Sufyan {661-681 M}

Muawiyah ibn Abi Sufyan adalah pendiri Daulah Bani Umayyah dan menjabat sebagai Khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota dari Madinah al Munawarah kekota Damaskus dalam wilayah Suriah.

2.Yazid ibn Muawiyah {681-683 M}

Lahir pada tahun 22 H/643 M. Pada tahun 679 M,Muawiyah mencalonkan anaknya, Yazid, untuk menggantikannya. Yazid menjabat sebagai khalifah dalam usia 34 tahun pada tahun 681 M. Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Pada tahun 680 M, ia pindah ke Kufah atas permintaan golongan Syi'ah yang ada di Irak.

3.Muawiyah ibn Yazid {683-684 M}

Muawiyah ibn Yazid menjabat sebagai khalifah pada tahun 683-684 M dalam usia 23 tahun.

4. Marwan ibn Al-Hakam {684-685 M}

Ia pernah menjabat sebagai penasihat Khalifah Ustman bin Affan. Untuk mengukuhkan jabatannya,maka ia sengaja mengawini janda Khalifah Yazid, Ummu Khalid.

5. Abdul Malik ibn Marwan {685-705 M}

Abdul Malik ibn Marwan dilantik sebagai khalifah setelah kematian ayahnya,pada tahun 685 M.


6.Al-Walid ibn Abdul Malik {705-715 M}

Masa pemerintahan Walid ibn Malik adalah masa ketentraman,kemakmuran dan ketetertiban.

7. Sulaiman ibn Abdul Malik (715-717 M)

Menjadi khalifah pada usia 42 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun, 8 bulan. Ia tidak memiliki kepribadian yang kuat, sehingga mudah dipengaruhi penasihat-penasihat di sekitar dirinya.

8. Umar ibn Abdul Aziz (717-720 M)

Menjabat sebagai khalifah pada usia 37 tahun. Ia terkenal adil dan sederhana.

9. Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M)

Masa pemerintahannya berlangsung selama 4 tahun, 1 bulan. Ia adalah seorang penguasa yang sangat gandrung terhadap kekuasaan.

10. Hisyan ibn Abdul Malik (724-743 M)

Menjabat sebagai khalifah pada usia yang ke 35 tahun. Ia terkenal sebagai seorang nearawan yangcakap dan ahli militer.

11. Walid ibn Yazid (743-744 M)

Masa pemerintahannya selama 1 tahun, 2 bulan. Ia adalah salah seorang khalifah yang berkelakuan buruk.

12. Yazid ibn Walid (Yazid II) (744 M)

Masa pemerintahannya berlangsung selama 16 bulan dan dia wafat pada usia 46 tahun. Selain itu, masa pemerintahannya penuh kemelut dan kekacauan.

13. Ibrahim ibn Malik (744 M)

Pada masa pemerintahannya keadaan negara semkin kacau dan dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada tahun 132 H.

14. Marwan ibn Muhammad (745-750M)

Beliau seorang ahli negar yang bijaksana dan seorang pahlawan. Beberapa pemberontak berhasil ditumpasnya , tetapi dia tidak mampu menghadapi gerakan Bani Abbasiyah yang telah kuat pendukungnya.

B. II. Kalifah Yang Terkenal

Khalifah-khalifah yang terkenal diantara ke 14 khalifah tersebut adalah:

1. Muawiyah bin Abu Sufyan

Muawiyah bin Abu Sufyan adalah pendiri Kekhalifahan Bani Umayyah. Ia memerintah selama sembilan belas tahun. Pada masa pemerintahannya islam menyebar kearah barat dan timur.

2. Abdul Malik bin Marwan

Pada masa pemerintaha Abdul Malik bin Marwan,pemberontakan-pemberontakan kaum Syi'ah masih berlanjut. Yang termasyhur di antaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685 - 687 M. Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali, yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik.

3. Al-Walid bin Abdul Malik

Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannyayang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi'ah. Dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.

4. Umar bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz memerintah dalam waktu tidak lama,hanya sampai tahun 720 M atau hanya selama tiga tahun. Walaupun sebentar, ia berhasil mencapai banyak kemajuan.

5. Hisyam bin Abdul Malik

Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas. Sebenarnya Hisyam ibn Abd al-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi terlalu kuat, khalifah tidak berdaya mematahkannya. Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi.


C. Kebijakan dan Karakteristik Daulah

Adapun kebijakan para khalifah Daulah Umayyah yang menjadikan Daulah Umayyah maju sekaligus sebagai penciri atau karakter daulah tersebut adalah:
  1. Pada masa Mu'awiyyah tergolong cemerlang. Ia berhasil menciptakan keamanan dalam negeri dan mengatarkan negara dan rakyatnya kepada kemakmuran serta kekayaan meliputi perluasan wilayah hingga Afrika Utara, wilayah Khurasan dan Bukhara (Turkistan) setelah menyeberangi sungai Oxus .

  2. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand.Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat me¬nguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan. . Selain itu, Khalifah Abd al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.

  3. Selain melakukan pembenahan administrasi pemerintahan, Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.

  4. Pada masa pemerintahan Walid menampakkan kejayaan Dinasti Umayyah. Wilayah kekuasaannya pun bertambah luas sampai ke Spanyol di Barat dan Sina ( India ) di Timur.. Dia membangun panti untuk orang cacat, juga membangun jalan-jalan raya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan yang megah dan masjid-masjid.
5. Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, dia melakukan berbagai perbaikan dan pembangunan sarana pelayanan umum, speerti perbaikan lahan pertanian, penggalian sumur baru, penginapan bagi musafir dan lain-lain..


D. Kemajuan, Kemunduran dan Kehancuran Daulah Umayyah


D. I. Kemajuan-kemajuan Daulah Umayyah

Selain melakukan ekspansi ke berbagai wilayah, ada beberapa hal penting yang di capai Daulah Umayyah, yaitu:

a. Menetapkan Bahasa Arab sebagai Bahasa resmi;

b. Mendirikan masjid Agung di Damaskus;

c. Membuat mata uang bertuliskan kalimat syahadat;

d. Mendirikan rumah sakit di berbagai wilayah;

e. Menyempurnakan peraturan pemerintah;

f. Melakukan pembukuan Hadits Nabi.

Selain itu, Pada masa Daulah Bani Umayyah perkembangan kebudayaan mengalami kemajuan dan juga bidang seni, terutama seni bahasa, seni suara, seni rupa, dan seni bangunan (Arsitektur).

D. II. Kemunduran dan Kehancuran Daulah Umayyah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:


• Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid'ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.

• Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Abdullah bin Saba' al-Yahudi ) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.

• Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara ( Bani Qays ) dan Arabia Selatan ( Bani Kalb ) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam , makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.

• Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.

• Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib .

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Daulah bani Umayyah I didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Khalifah yang memimpin Daulah ini ada 14 orang. Selain itu, masing-masing khalifah ada yang membuat kemajuan dan ada juga yang menyebabkan kemunduran Daulah Umayyah. Salah satu kemajuan yang di capai oleh daulah ini adalah berhasilnya menetaokan bahasa Aarb sebagai bahasa resmi dan mendirikan mesjid agung di Damaskus.

Salah satu penyebab kehancuran dan runtuhnya daulah ini adalah . Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.


B. Saran

Belajar dari masa lalu merupakan sesuatu yang perlu kita lakukan. Dari uraian di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa kita harus berusaha dengan maksimal agar bisa membuat perubahan. Di samping itu kita sebagai umat Islam juga harus bisa menjaga persatuan dan kesatuan agar musuh-musuh Islam tidak bisa menghancurkan kita.


DAFTAR PUSTAKA



Yatim, Badri. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta .
Internet . id.wikipedia.org.
Internet .cossack117.multiply.com
Internet. ilmupedia.com
Internet. makalah -ibnu.blogspot.com
Internet : hitsuke.blogspot.com

kata konyol

Add caption
aku rela di perkosa asal tidak hamil (ARDATH)
anak rantau tidak dapat hasil (ARDATH)
lelaki asli (LA)
semua anak manusia pernah ungkapkan rasa nikmat ayam(SAMPURNA)
untuk pelajar minum ingus lampu dapur ( UP MILD )
janji sama-sama suka (JI SAM SU)
sexs tanpa ada rayuan makin ingat lalu diam (STAR MILD)

vidio lucu, imut banget




oleh-oleh dariku pernah merasakan gundah hati dan perihnya hati ini, maka dari itu aku berbagi ma kalian kawan-kawan......

Islam Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah





ISLAM MASA DAULAH BANI ABBASIYAH

A. Awal Berdirinya Bani Abbasiyah
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini
adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh
Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di
Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal
132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M
(Syalaby,1997:44).
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang
paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara
pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah).
Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria,
berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan
Abbasiyah.
Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian
Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga
dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi.
Menurut Crane Brinton dalam Mudzhar (1998:84), ada 4 ciri yang menjadi identitas
revolusi yaitu :
1. Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik keras dari
masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang di sebabkan
ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu.
2. Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya menyesuaikan
lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan keadaan dan tuntutan
zaman.
3. Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang berkuasa
pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.
4. Revolusi itu pada umumnya bukan hanya di pelopori dan digerakkan oleh orang-orang
lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para penguasa oleh karena halhal
tertentu yang merasa tidak puas dengan syistem yang ada .
Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi pusat
kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang lain mempunyai kedudukan
tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar
paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari namanya Dinasti itu disandarkan). Tiga
tempat itu adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan.
Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim, baik dari
kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah terletak
berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya menganut aliran
Syi‘ah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terang-terangan dengan
golongan Bani Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota yang penduduknya
mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang bertemperamen pemberani, kuat
fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah
bingung dengan kepercayaan yang menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum
Abbassiyah mendapatkan dukungan.
Di bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy, gerakan Bani Abbas dilakukan
dalam dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia; dan 2) fase terang-terangan dan pertempuran
(Hasjmy, 1993:211).
Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia.
Propaganda dikirim keseluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak,
terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada
mulanya mendukung Bani Umayyah.
Setelah Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, maka seorang
pemuda Persia yang gagah berani dan cerdas bernama Abu Muslim al-Khusarany,
bergabubg dalam gerakan rahasia ini. Semenjak itu dimulailah gerakan dengan cara
terang-terangan, kemudian cara pertempuran. Akhirnya bulan Zulhijjah 132 H Marwan,
Khalifah Bani Umayyah terakhir terbunuh di Fusthath, Mesir. Kemudian Daulah bani
Abbasiyah resmi berdiri.
B. Sistem Pemerintahan, Politik dan Bentuk Negara
Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik.
Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada
pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana
diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman khalifahurrasyidin. Hal ini dapat
dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya “.
Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan berbedabeda
sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang
dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain :
a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur
dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali .
b. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik,
ekonomi sosial dan kebudayaan.
c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia .
d. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya .
e. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya
dalam pemerintah (Hasjmy, 1993:213-214).
Selanjutnya periode II , III , IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami
penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian
(kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan pemerintah pusat , kecuali pengakuan
politik saja . Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya ,dan mereka telah
mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya Daulah-
Daulah kecil, contoh; daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, Daulah Fatimiyah .
Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh
para Khalifah Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari
kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan yaitu : pertama, tindakan
keras terhadap Bani Umayah . dan kedua pengutamaan orang-orang turunan persi.
Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu
oleh seorang wazir (perdana mentri) atau yang jabatanya disebut dengan wizaraat .
Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2 yaitu: 1) Wizaraat Tanfiz (sistem
pemerintahan presidentil ) yaitu wazir hanya sebagai pembantu Khalifah dan bekerja atas
nama Khalifah. 2) Wizaaratut Tafwidl (parlemen kabimet). Wazirnya berkuasa penuh untuk
memimpin pemerintahan . Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja . Pada kasus lainnya
fungsi Khalifah sebagai pengukuh Dinasti-Dinasti lokal sebagai gubernurnya Khalifah
(Lapidus,1999:180).
Selain itu, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan
sebuah dewan yang bernama diwanul kitaabah (sekretariat negara) yang dipimpin oleh
seorang raisul kuttab (sekretaris negara). Dan dalam menjalankan pemerintahan negara,
wazir dibantu beberapa raisul diwan (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara
bersifat sentralistik yang dinamakan an-nidhamul idary al-markazy.
Selain itu, dalam zaman daulah Abbassiyah juga didirikan angkatan perang, amirul
umara, baitul maal, organisasi kehakiman., Selama Dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial,
ekonomi dan budaya.
Berdasarkan perubahan tersebut, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani
Abbasiyah menjadi 3 periode, yaitu :
1. Periode Pertama (750-847 M)
Pada periode ini, seluruh kerajaan Islam berada di dibawah kekuasaan para Khalifah
kecuali di Andalusia. Adapun para Khalifah yang memimpin pada ini sebagai berikut :
a. Abul Abbas as-saffah (750-754 M)
b. Abu Ja’far al mansyur (754 – 775 M)
c. Abu Abdullah M. Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785 M)
d. Abu Musa Al-Hadi (785—786 M)
e. Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
f. Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M)
g. Abu Ja’far Abdullah Al Ma’mun (813-833 M)
h. Abu Ishak M. Al Muta’shim (833-842 M)
i. Abu Ja’far Harun Al Watsiq (842-847 M)
j. Abul Fadhl Ja’far Al Mutawakkil (847-861)
2. Periode kedua (232 H/847 M – 590 H/1194 M)
Pada periode ini, kekuasaan bergeser dari sistem sentralistik pada sistem
desentralisasi, yaitu ke dalam tiga negara otonom :
a. Kaum Turki (232-590 H)
b. Golongan Kaum Bani Buwaih (334-447 H)
c. Golongan Bani Saljuq (447-590 H)
Dinasti-Dinasti di atas pada akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada
masa Khalifah Abbassiyah.
3. Periode ketiga (590 H/1194 M – 656 H/1258 M)
Pada periode ini, kekuasaan berada kembali ditangan Khalifah, tetapi hanya di
baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya.
Sedangkan para ahli kebudayaan Islam membagi masa kebudayaan Islam di zaman
daulah Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu :
1. Masa Abbasy I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Bani Abbasiyah tahun 750 M,
sampai meninggalnya Khalifah al-Wasiq (847 M).
2. Masa Abbasy II, yaitu mulai Khalifah al-Mutawakkal (847 M), sampai berdirinya
daulah Buwaihiyah di Baghdad (946 M).
3. Masa Abbasy III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun (946 M) sampai
masuk kaum Seljuk ke Baghdad (1055 M).
4. Masa Abbasy IV, yaitu masuknya orang-orang Seljuk ke Baghdad (1055 M), sampai
jatuhnya Baghdad ke tangan Tartar di bawah pimpinan Hulako (1268 M).
Dalam versi yang lain yang, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan
Bani Abbasiyah menjadi lima periode :
1. Periode pertama (750–847 M)
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya.
Secara politis, para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat
tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan dalam Islam.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri Dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun
750 M sampai 754 M. Karena itu, pembina sebenarnya dari Daulah Abbasiyah adalah Abu
Ja’far al-Mansur (754–775 M). Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat
Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri
itu, al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, yaitu
Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat
pemerintahan Dinasti bani Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa Persia.
Di ibu kota yang baru ini al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban
pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di
lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru
dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen. Jabatan wazir yang
menggabungkan sebagian fungsi perdana menteri dengan menteri dalam negeri itu selama
lebih dari 50 tahun berada di tangan keluarga terpandang berasal dari Balkh, Persia (Iran).
Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian digantikan oleh anaknya, Yahya
bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat anaknya, Ja’far bin Yahya, menjadi
wazir muda. Sedangkan anaknya yang lain, Fadl bin Yahya, menjadi Gubernur Persia Barat
dan kemudian Khurasan. Pada masa tersebut persoalan-persoalan administrasi negara
lebih banyak ditangani keluarga Persia itu. Masuknya keluaraga non Arab ini ke dalam
pemerintahan merupakan unsur pembeda antara Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah
yang berorientasi ke Arab.
Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan
kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad
ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang
sudah ada sejak masa Dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan
tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur, jawatan
pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga
administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas
melaporkan tingkah laku Gubernur setempat kepada Khalifah.
Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang
sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di
daerah perbatasan. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama
genjatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan.
Pada masa al-Mansur pengertian Khalifah kembali berubah. Konsep khilafah dalam
pandangannya ——dan berlanjut ke generasi sesudahnya—— merupakan mandat dari
Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al
Khulafa’ al-Rasyidin.
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun al-
Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak
dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan
dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman
Khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah
negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi (Yatim,
2003:52-53). Dengan demikian telah terlihat bahwa pada masa Khalifah Harun al-Rasyid
lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan
wilayah yang memang sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan
kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya antara Dinasti Abbasiyah dan Dinasti
Umayyah.
Al-Makmun, pengganti al-Rasyid dikenal sebagai Khalifah yang sangat cinta kepada
ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia juga
mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait
al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan
perpustakaan yang besar. Pada masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Muktasim, Khalifah berikutnya (833-842 M) memberi peluang besar kepada orangorang
Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Demikian ini di latar belakangi oleh
adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Ma’mun dan
sebelumnya. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada
masa Daulah Umayyah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan.
Praktek orang-orang Muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara
khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer Dinasti
Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat.
Dalam periode ini, sebenarnya banyak gerakan politik yang mengganggu stabilitas,
baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti
gerakan sisa-sisa Dinasti Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas dan lain-lain
semuanya dapat dipadamkan. Dalam kondisi seperti itu para Khalifah mempunyai prinsip
kuat sebagai pusat politik dan agama sekaligus. Apabila tidak, seperti pada periode
sesudahnya, stabilitas tidak lagi dapat dikontrol, bahkan para Khalifah sendiri berada
dibawah pengaruh kekuasaan yang lain.
2. Periode kedua (847-945 M)
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti
Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah,
bahkan cenderung mencolok. Kehidupan mewah para Khalifah ini ditiru oleh para
hartawan dan anak-anak pejabat. Demikian ini menyebabkan roda pemerintahan
terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara
profesional asal Turki yang semula diangkat oleh Khalifah al-Mu’tasim untuk mengambil
alih kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya
berada di tangan mereka, sementara kekuasaan Bani Abbas di dalam Khilafah Abbasiyah
yang didirikannya mulai pudar, dan ini merupakan awal dari keruntuhan Dinasti ini,
meskipun setelah itu usianya masih dapat bertahan lebih dari empat ratus tahun.
Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah
seorang Khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat
merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang
memilih dan mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di
tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah. Sebenarnya ada
usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, tetapi selalu gagal. Dari dua belas
Khalifah pada periode kedua ini, hanya empat orang yang wafat dengan wajar, selebihnya
kalau bukan dibunuh, mereka diturunkan dari tahtanya dengan paksa. Wibawa Khalifah
merosot tajam. Setelah tentara Turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul
tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan
Dinasti-Dinasti kecil. Inilah permulaan masa disintregasi dalam sejarah politik Islam.
Adapun faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada
periode ini adalah sebagai berikut:
a. Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang harus dikendalikan, sementara
komunikasi lambat. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para
penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
b. Dengan profesionalisasi tentara, ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi.
c. Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah Khalifah
merosot, Khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
3. Periode ketiga (945 -1055 M)
Pada periode ini, Daulah Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Bani Buwaih.
Keadaan Khalifah lebih buruk dari sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah
penganut aliran Syi’ah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji.
Bani Buwaih membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara : Ali untuk wilayah bagian
selatan negeri Persia, Hasan untuk wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk wilayah Al-
Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Dengan demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi
merupakan pusat pemerintahn Islam karena telah pindah ke Syiraz di masa berkuasa Ali
bin Buwaih yang memiliki kekuasaan Bani Buwaih.
Meskipun demikian, dalam bidang ilmu pengetahuan Daulah Abbasiyah terus
mengalami kemajuan pada periode ini. Pada masa inilah muncul pemikir-pemikir besar
seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Maskawaih, dan kelompok studi Ikhwan as-
Safa. Bidang ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga mengalami kemajuan. Kemajuan
ini juga diikuti dengan pembangunan masjid dan rumah sakit.
Pada masa Bani Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi beberapa kali kerusuhan
aliran antara Ahlussunnah dan Syi’ah, pemberontakan tentara dan sebagainya.
4. Periode keempat (1055-1199 M)
Periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah. Kehadiran
Bani Seljuk ini adalah atas undangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani
Buwaih di Baghdad. Keadaan Khalifah memang membaik, paling tidak karena
kewibawaannya dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orangorang
Syi’ah.
Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang pada
periode ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan dan Malikhsyah,
mendirikan Madrasah Nizamiyah (1067 M) dan madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabangcabang
Madrasah Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan.
Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi dikemudian hari. Dari madrasah ini
telah lahir banyak cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Di antara para cendekiawan
Islam yang dilahirkan dan berkembang pada periode ini adalah al-Zamakhsari, penulis
dalam bidang Tafsir dan Ushul al-Din (teologi), Al-Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Ghazali
dalam bidang ilmu kalam dan tasawwuf, dan Umar Khayyam dalam bidang ilmu
perbintangan.
Dalam bidang politik, pusat kekuasaan juga tidak terletak di kota Baghdad. Mereka
membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa propinsi dengan seorang Gubernur untuk
mengepalai masing-masing propinsi tersebut. Pada masa pusat kekuasaan melemah,
masing-masing propinsi tersebut memerdekakan diri. Konflik-konflik dan peperangan yang
terjadi di antara mereka melemahkan mereka sendiri, dan sedikit demi sedikit kekuasaan
politik Khalifah menguat kembali, terutama untuk negeri Irak. Kekuasaan mereka tersebut
berakhir di Irak di tangan Khawarizm Syah pada tahun 590 H/ 1199 M.
5. Periode kelima (1199-1258 M)
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah
merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khilafah Abbasiyah tidak lagi berada
di bawah kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri. Ada
di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti kecil. Para Khalifah
Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.
Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada
masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan
dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan
tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan.
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran
dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran ini
tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya
karena Khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang.
Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila Khalifah kuat, para menteri
cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika Khalifah lemah, mereka akan
berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan Khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah
Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama
lain. Beberapa di antara nya adalah sebagai berikut:
a. Faktor Internal
1. Persaingan antar Bangsa
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah
dirasakan sejak awal Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para Khalifah adalah
orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat
terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara
Turki tidak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyyah sebenarnya sudah
berakhir
2. Kemerosotan Ekonomi
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit.
Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik Dinasti
Abbasiyah. Kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan
3. Konflik Keagamaan
Konflik yang melatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara Muslim dan
Zindik atau Ahlussunnah dengan Syi’ah saja, tetapi juga antara aliran dalam Islam.
4. Perkembangan Peradaban dan Kebudayaan
Kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah
mendorong para penguasa untuk hidup mewah, yang kemudian ditiru oleh para haratawan
dan anak-anak pejabat sehingga menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat
menjadi miskin (Yatim, 2003:61-62).
b. Faktor Eksternal
1. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak
korban.
2. Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.
C. Perkembangan Intelektual
Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak kejayaan pada
masa pemerintahhan Harun ar-Rasyid , kemajuan intelektual pada waktu itu setidaknya
dipengaruhi oleh dua hal yaitu:
1. Terjadinya Asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu
sangat penting dibidang pemerintahan. selain itu mereka banyak berjasa dalam
perkembangan ilmu filsafat dan sastra. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui
terjemah-terjemah dalam banyak bidang ilmu, terutama Filsafat.
2. Gerakan Terjemah
Pada masa daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan dengan giat
sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan
umum terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dari
gerakan ini muncullah tokoh-tokoh Islam dalam ilmu pengetahuan, antara lain ;
a. Bidang filsafat: al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Sina, al-
Ghazali,Ibnu Rusyid.
b. Bidang kedokteran: Jabir ibnu Hayan , Hunain bin Ishaq, Tabib bin Qurra ,Ar-Razi.
c. Bidang Matematika: Umar al-Farukhan , al-Khawarizmi.
d. Bidang astronomi: al-Fazari, al-Battani, Abul watak, al-Farghoni dan sebagainya.
Dari hasil ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama,
berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan berbagai bidang-bidang ilmu
pengetahuan, antara lain :
1. Ilmu Umum
a.Ilmu Filsafat
1) Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul.
2) Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.
3) Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
4) Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
5) Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa,
Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain
6) Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al
Munqizh Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah,Mizanul Amal,Ihya Ulumuddin dan lainlain
7) Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya : Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah
dan lain-lain
b. Bidang Kedokteran
1) Jabir bin Hayyan (wafat 778 M). Dikenal sebagai bapak Kimia.
2) Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata yang terkenal disamping sebagai
penterjemah bahasa asing.
3) Thabib bin Qurra (836-901 M)
4) Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang terkenal mengenai cacar dan
campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
c. Bidang Matematika
1) Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek Pembangunan kota Baghdad.
2) Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar), penemu angka (0).
d. Bidang Astronomi
Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak para ahli yang terkenal
dalam perbintangan ini seperti :
1) Al Farazi : pencipta Astro lobe
2) Al Gattani/Al Betagnius
3) Abul wafat : menemukan jalan ketiga dari bulan
4) Al Farghoni atau Al Fragenius
e. Bidang Seni Ukir
Beberapa seniman ukir terkenal: Badr dan Tariff (961-976 M) dan ada seni musik,
seni tari, seni pahat, seni sulam, seni lukis dan seni bangunan.
2. Ilmu Naqli
a. Ilmu Tafsir, Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al
Andalusy (wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150 H), Muhammad bin
Ishak dan lain-lain
b. Ilmu Hadist, Muncullah ahli-ahli hadist ternama seperti: Imam Bukhori (194-256 H),
Imam Muslim (wafat 231 H), Ibnu Majah (wafat 273 H),Abu Daud (wafat 275 H), At
Tarmidzi, dan lain-lain
c. Ilmu Kalam, Dalam kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan
ilmu kalam, diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf,
Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali
d. Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (wafat 465 H).
Karangannya : ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H). Karangannya :
Awariful Ma’arif, Imam Ghazali : Karangannya al Bashut, al Wajiz dan lain-lain.
e. Para Imam Fuqaha, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih
mendapat tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang mengembangkan
faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan Para Imam Syi’ah (Hasjmy, 1995:276-278).
D. Perkembangan Peradaban di Bidang Fisik
Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upayaupaya
dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat kita lihat dari bangunan -bangunan
yang berupa:
a. Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
b. Majlis Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c. Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan
belajar.
d. Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan
sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan
ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah
Mansyur.
E. Kehidupan Perekonomian Daulah Bani Abbasiyah
Permulaan masa kepemimpinan Bani Abbassiyah, perbendaharaan negara penuh dan
berlimpah-limpah, uang masuk lebih banyak daripada pengeluaran. Yang menjadi Khalifah
adalah Mansyur. Dia betul-betul telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan
keuangan negara. Dia mencontohkan Khalifah Umar bin Khattab dalam menguatkan Islam.
Dan keberhasilan kehidupan ekonomi maka berhasil pula dalam :
1. Pertanian, Khalifah membela dan menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak
hasil bumi mereka, dan ada beberapa yang dihapuskan sama sekali.
2. Perindustrian, Khalifah menganjurkan untuk beramai-ramai membangun berbagai
industri, sehingga terkenallah beberapa kota dan industri-industrinya.
3. Perdagangan, Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan seperti:
a) Membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati kafilah
dagang.
b) Membangun armada-armada dagang.
c) Membangun armada : untuk melindungi parta-partai negara dari serangan bajak
laut.
Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan
dalam dan luar negeri. Akibatnya kafilah-kafilah dagang kaum muslimin melintasi segala
negeri dan kapal-kapal dagangnya mengarungi tujuh lautan.
Selain ketiga hal tersebut, juga terdapat peninggalan-peninggalan yang
memperlihatkan kemajuan pesat Bani Abbassiyah.
1. Istana Qarruzzabad di Baghdad
2. Istana di kota Samarra
3. Bangunan-bangunan sekolah
4. Kuttab
5. Masjid
6. Majlis Muhadharah
7. Darul Hikmah
8. Masjid Raya Kordova (786 M)
9. Masjid Ibnu Taulon di Kairo (876 M)
10. Istana Al Hamra di Kordova
11. Istana Al Cazar, dan lain-lain (Ma’ruf,1996:39-40).
F. Strategi Kebudayaan dan Rasionalitas
Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa kebebasan berpikir diakui sepenuhnya
sebagai hak asasi setiap manusia oleh Daulah Abbasiyah. Oleh karena itu, pada waktu itu
akal dan pikiran benar-benar dibebaskan dari belenggu taqlid, sehingga orang leluasa
mengeluarkan pendapat. Berawal dari itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal
melahirkan 4 Imam Madzhab yang ulung, mereka adalah Syafi’i , Hanafi, Hambali , dan
Maliki.
Disamping itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal itu juga melahirkan Ilmu Tafsir
al-Quran dan pemisahnya dari Ilmu Hadits. Sebelumnya, belum terdapat penafsiran
seluruh al-Quran, yang ada hanyalah Tafsir bagi sebagian ayat dari berbagai surah, yang
dibuat untuk tujuan tertentu (Syalaby, 1997:187).
Dalam negara Islam di masa Bani Abbassiyah berkembang corak kebudayaan, yang
berasal dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam
unsur kebudayaan. Dalam masa sekarang ini berkembang empat unsur kebudayaan yang
mempengaruhi kehidupan akal/rasio yaitu Kebudayaan Persia, Kebudayaan Yunani,
Kebudayaan Hindi dan Kebudayaan Arab dan berkembangnya ilmu pengetahuan.
1. Kebudayaan Persia, Pesatnya perkembangan kebudayaan Persia di zaman ini karena 2
faktor, yaitu :
a. Pembentukan lembaga wizarah
b. Pemindahan ibukota
2. Kebudayaan Hindi, Peranan orang India dalam membentuk kebudayaan Islam terjadi
dengan dua cara:
a. Secara langsung, Kaum muslimin berhubungan langsung dengan orang-orang India
seperti lewat perdagangan dan penaklukan.
b. Secara tak langsung,penyaluran kebudayaan India ke dalam kebudayaan Islam
lewat kebudayaan Persia.
3. Kebudayaan Yunani
Sebelum dan sesudah Islam, terkenallah di Timur beberapa kota yang menjadi pusat
kehidupan kebudayaan Yunani. Yang paling termasyur diantaranya adalah :
a. Jundaisabur, Terletak di Khuzistan, dibangun oleh Sabur yang dijadikan tempat
pembuangan para tawanan Romawi. Setelah jatuh di bawah kekuasaan Islam.
Sekolah-sekolah tinggi kedokteran yang asalnya diajar berbagai ilmu Yunani dan
bahasa Persia, diadakan perubahan-perubahan dan pembaharuan.
b. Harran,Kota yang dibangun di utara Iraq yang menjadi pusat pertemuan segala
macam kebudayaan. Warga kota Harran merupakan pengembangan kebudayaan
Yunani terpenting di zaman Islam, terutama dimasa Daulah Abbassiyah.
c. Iskandariyyah, Ibukota Mesir waktu menjadi jajahan Yunani. Dalam kota
Iskandariyyah ini lahir aliran falsafah terbesar yang dikenal “Filsafat Baru Plato”
(Neo Platonisme). Dalam masa Bani Abbassiyah hubungan alam pemikiran Neo
Platonisme bertambah erat dengan alam pikiran kaum muslimin.
4. Kebudayaan Arab
Masuknya kebudayaan Arab ke dalam kebudayaan Islam terjadi dengan dua jalan
utama, yaitu :
a. Jalan Agama, Mengharuskan mempelajari Qur’an, Hadist, Fiqh yang semuanya
dalam bahasa Arab.
b. Jalan Bahasa,Jazirah Arabia adalah sumber bahasa Arab, bahasa terkaya diantara
rumpun bahasa samy dan tempat lahirnya Islam.
G. Catatan Simpul
Daulah Abbasiyah merupakan lanjutan dari pemerintahan Daulah Umayyah.
Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendirinya adalah keturunan Abbas, paman
Nabi. Daulah Abbasiyah didirikan oleh Abdullah as-Safah. Kekuasaannya berlansung dari
tahun 750-1258 M. Di dalam Daulah Bani Abbasiyah terdapat ciri-ciri yang menonjol yang
tidak terdapat di zaman bani Umayyah, antara lain :
1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh
dari pengaruh Arab. Sedangkan Dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada
Arab.
2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa bani Abbas ada jabatan Wazir, yang
membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan
Bani Umayyah.
3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas.
Sebelumnya belum ada tentara Khusus yang profesional.

Minggu, 20 November 2011

jalan.......


Pemerintahan Rasulullah (Sebuah studi permulaan)

PEMERINTAHAN RASULULLAH 2




Pelaksana sekaligus perintis pemerintahan Qurãni adalah Nabi Muhammad. Pelanjutnya adalah empat sahabat beliau (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali), yang terkenal dengan sebutan al-khulafã’u-rrasyïdûn, para khalifah (pengganti, pelanjut) yang 'lurus'.
Tentang bagaimana Nabi menyusun struktur kepemimpinan dan menjalankan mesin pemerintahan, Al-Qurãn memberi isyarat-isyarat, kitab-kitab Hadis menghi-dangkan data yang berasal dari fakta tentang ucapan, tindakan, dan toleransi beliau. Buku-buku sejarah memaparkan hal-hal tersebut secara lebih ‘cerewet’, walau harus diakui terlalu sedikit yang menghidangkan hasil pemikiran kritis. Bahkan banyak di antara penulis-penulisnya yang lebih cenderung menyajikan dongeng.
“Muhammad, selain sebagai rasul, tentara, negarawan, beliau juga sebagai administratur yang piawai. Beliau mengepalai wilayah-wilayah persemakmuran Islam selama sepuluh tahun (622-632 M). “Perjuangan Nabi selama waktu yang cukup singkat tersebut dipandang sebagai satu-satunya perjuangan yang paling berhasil sepanjang sejarah dunia.” (Ameer Ali, The Spirit of Islam). Keberhasilan perjuangan Nabi dalam mengorganisir negara dan dalam meletakkan dasar-dasar pemerintahan bagi sebuah imperium Islam tidak dapat dipungkiri. …”
Nabi menempatkan Allah sebagai pemimpin tertinggi, yang memberikan Al-Qurãn sebagai hukum yang berlaku bagi seluruh warga negara, termasuk diri Nabi sendiri, yang dalam administrasi pemerintahan menjadi pemimpin tertinggi eksekutif. Tentu saja, tidak semua masalah praktis pemerintahan dan kehidupan didiktekan oleh Allah. Nabi, sebagai manusia yang berakal sehat dan mendapat pendidikan langsung dari Allah, tentu bisa menghadapi sendiri masalah-masalah pragmatis tertentu. “Diajarkan kepadaku sekumpulan kalimat (yakni Al-Qurãn), yang di dalamnya berisi ikhtisar hikmah.” (أوتيت جوامعَ الكلام واحتصرت لى الحكمةُ إحتصارا).
Namun, Nabi juga menegaskan bahwa beliau masih memerlukan bantuan orang-orang di sekitarnya (para sahabat), yang sama-sama menerima ajaran Allah sebagai pedoman hidup, seperti tersirat melalui sabdanya, “Aku adalah manusia biasa seperti kalian. Aku (bisa) lupa sebagaimana kalian (bisa) lupa. Maka bila aku lupa (sesuatu), ingatkanlah aku.” (إنّما أنا بشر مثلكم أنسى كما تنسون فإذا نسيت فذكّرونى).
“Telah menjadi kebiasaan bagi Nabi s.a.w. pada sewaktu-waktu, apabila hendak mengerjakan sesuatu perkara yang dirasa penting, sedangkan wahyu dari Tuhan belum diturunkan, maka Nabi s.a.w. mengadakan “permusyawaratan” dengan sahabat-sahabatnya yang terpandang. … yang berpengetahuan dan berpemandangan luas serta berpengaruh besar, … tua ataupun muda… Terutama Abu Bakar dan Umar (muhajirin)… dan Sa’ad bin Mu’adz (Anshar)…”
Infra struktur yang dibangun Nabi setibanya di Yatsrib adalah masjid. Pengertian harfiah dari masjid adalah tempat sujud. Tapi, melalui keteladanan Nabi, kita bisa melihat apa dan bagaimana fungsi masjid sebenarnya. Pertama, tentu saja, masjid adalah tempat para mu’min melakukan shalat ritual, secara berjama’ah, dan Nabi selalu tampil sebagai imam. Begitu pentingnya shalat berjama’ah di masjid itu, sehingga Nabi mengeluarkan perintah untuk membakar rumah seseorang yang tidak mau shalat berjama’ah. Artinya, shalat jama’ah itu berkaitan dengan masalah disiplin.
Di masjid itu pula berlangsung kegiatan belajar mengajar. Para pelajar dan pengajar banyak yang tinggal di masjid (mereka dikenal sebagai ahlu-suffah). Para penduduk sekitar masjid menyediakan makanan untuk mereka, dan Nabi selalu memeriksa mutu makanan yang dihidangkan. Suatu ketika Nabi pun marah besar, karena mendapati daging yang sudah busuk!
Berikut ini adalah kutipan dari Sejarah Islam (Tarikh Pramodern) terjemahan Ghufron A. Mas’adi dari Study of Islamic History, karya Prof. K. Ali, hal. 84-88:

1. Sistem Pemerintahan
Langkah kebijakan yang pertama kali ditempuh Nabi setiba di Madinah adalah membangun mesjid, yang kemudian dikenal sebagai “Mesjid Nabawi”, yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan Islam. Selain sebagai tempat ibadah, mesjid tersebut juga berfungsi untuk kantor pemerintah pusat dan sebagai kantor peradilan. Beliau memimpin shalat jama’ah dan menyelenggarakan seluruh kegiatan kenegaraan di dalam mesjid ini. Di dalam mesjid ini Nabi melakukan kegiatan adminsitrasi juga urusan surat menyurat dan pendelegasian misi dakwah ke beberapa penguasa dan suku-suku di sekitar semenanjung Arabia. Perjanjian dan penjamuan para delegasi asing, penetapan surat perintah kepada para gubernur dan pengumpulan pajak diselenggarakan di mesjid ini. Sebagai hakim, Nabi memeriksa dan menyelesaikan perkara di mesjid ini juga. Pendek kata, mesjid ini merupakan skretariat pusat Nabi, di mana pada saat itu belum dikenal perkantoran.

2. Sistem Propinsial
Setelah berhasil membentuk negara kesatuan, Nabi membagi wilayah kekuasaan Islam menjadi beberapa wilayah propinsi berdasarkan latar belakang sejarah dan letak geografis. Di antara propinsi tersebut adalah propinsi Madinah, Mekah, Thayma, Janad, Yaman, Najran, Bahrain, Uman, dan Hadramaut, dengan Madinah sebagai pemerintahan pusat. Administrtasi propinsi Madinah secara langsung berada di bawah kekuasaan Nabi, sedang wilayah propinsi yang lainnya dikuasakan kepada seorang gubrnur yang bergelar “wali”. Wali-wali ini diangkat oleh Nabi dan mempertanggung jawabkan tugasnya secara langsung kepada Nabi. Mereka mempunyai wewenang khusus di wilayahnya masing-masing sebagaimana wewenang yang dimiliki oleh Nabi atas wilayah propinsi Madinah. Mereka masing-masing menjabat sebagai imam shalat, panglima militer, hakim, dan sebagai administrator. Di samping mengangkat wali, Nabi juga mengangkat amil, yakni petugas pengumpul zakat dan sedekah pada tiap-tiap propinsi. Di Madinah, Nabi juga menjabat sebagai hakim atau “qadi”, sedang pada tiap-tiap propinsi diangkat seorang atau beberapa hakim yang bertanggung jawab secara langsung kepada Nabi Muhammad.

3. Sistem Pendapatan Negara
Pada masa pra Islam, masyarakat Arab tidak mengenal otoritas pemerintahan pusat. Mereka juga belum mengenal sistem pendapatan dan pembelanjaan pemerintahan. Nabi Muhammad merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan sistem ini di wilayah Arabia. Beliau mendirikan lembaga kekayaan masyarakat di Madinah. Terdapat lima sumber utama pendapatan negara Islam, yaitu (i) zakat, (ii) jizyah (pajak perorangan), (iii) Kharaj (pajak tanah), (iv) ghanimah (hasil rampasan perang), (v) al-fay’ (hasil tanah negara).
Arti penting zakat telah ditegaskan di dalam al-Quran. Ia merupakan kewajiban bagi setiap muslim atas harta kekayaan yang berupa binatang ternak, buah-buahan dan biji-bijian, atau hasil pertanian, emas dana perak, serta harta perdagangan.
Masing-masing harta obyek zakat ditentukan batas minimal wajib zakat (nishab). Misalnya, emas dan perak di bawah 200 dirham tidak wajib zakat. Besarnya zakat hasil pertanian adalah 10% jika tanah tadah hujan (inilah yang disebut al-‘usyr atau sepersepuluh). Adapun emas, perak dan harta perdagangan zakatnya sebesar 2,5%.
Jizyah adalah pajak yang dipungut dari nonmuslim sebagai biaya pengganti atas jaminan keamanan jiwa dan harta benda mereka. Penguasa Islam wajib mengembalikan jizyah jika tidak berhasil menjamin dan melindungi jiwa dan harta kekayaan nonmuslim. Pada zaman Nabi orang mukmin yang berkewajiban zakat tetap diwajibkan membayar pajak sebesar satu dinar per tahun. Ketentuan semacam ini bukanlah hal yang baru, sebab pada masa sebelum Islam di negeri Persia pajak ini telah berlaku dengan nama "gezit", juga berlaku di negeri Romawi dengan istilah Tributeen Capitis.
Setiap nonmuslim wajib membayar kharaj yakni pajak atas pemilikan tanah. Pajak semacam ini dikenal di masyarakat Persia dan Romawi. Nabi memberlakukan kharaj di negeri-negeri Arabia setelah penbaklukan Khaybar. Nabi menetapkan separuh (1/2) hasil pertanian sebagai kharaj.
Senjata, kuda, dan harta bergerak lainnya dari 1/5 harta rampasan perang merupakan kekayaan negara. Barang-barang tersebut diperoleh pasukan muslim dari lawan perangnya yang melarikan diri dari medan peperangan. 4/5 harta rampasan perang ini dibagikan kepada pasukan muslim yang turut berperang, sedang yang 1/5 sisanya dikumpulkan sebagai kekayaan negara. Sesuai dengan petunjuk al-Quran, seperlima sisa ghanimah tersebut mesti didistribusikan untuk keperluan keluarga Nabi, anak-anak yatim, fakir miskin dan untuk kepentingan umum masyarakat muslim.
Istilah "al-fay" pada umumnya diartikan sebagai tanah-tanah yang berada di wilayah negeri yang ditaklukkan oleh pasukan muslim lalu menjadi harta negara. Maka pada masa Nabi, negara mempunyai tanah-tanah pertanian yang luas sekali yang mana hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum masyarakat.

4. Kemiliteran
Nabi adalah pimpinan tertinggi tentara muslim. Beliau turut terjun dalam 26 atau 27 peperangan dan ekspedisi militer. Bahkan Nabi sendiri yang memimpin beberapa perang yang besar misalnya, perang Badar, Uhud, Khandaq, perang Hunain, dan dalam penaklukan kota Mekah. Adapun peperangan dan ekspedisi yang lebih kecil pimpinan diserahkan kepada para komandan yang ditunjuk oleh Nabi. Pada saat itu belum dikenal peraturan kemiliteran. Setiap ada keperluan pengerahan kekuatan militer dalam menghadapi menghadapi suatu peperangan atau ekspedisi, maka Nabi mengumpulkan tokoh-tokoh sahabat untuk memusyawarahkan perihal tersebut. Pada masa-masa awal pasukan muslim yang dapat dihimpun Nabi tidak seberapa jumlahnya, tetapi pada akhir masa pemerintahan Nabi terhimpun militer Islam yang sangat besar. Pada perang Badar, militer muslim hanya terdiri 313 pejuang, tetapi pada ekspedisi terakhir masa Nabi, yakni ekspedisi ke Tabuk, armada msulim lebih dari 30 000 pasukan. Mereka adalah para pejuang yang berdisiplin tinggi, selain itu mereka memiliki moralitas yang tinggi pula. Mereka dilarang keras melanggar disiplin perjuangan Islam. Jika melanggarnya, atas mereka hukuman yang sangat berat.

5. Sistem Pendidikan
Sekalipun tidak mengenyam pendidikan, Nabi sangat gigih menganjurkan kewajiban menuntut ilmu pengetahuan. Beliau selalu mendorong masyarakat muslim giat belajar. Betapa sikap Nabi dalam mendorong kegiatan pendidikan terlihat dalam salah satu sabdanya: "Bahwasanya tinta seorang alim (ilmuwan) lebih suci daripada darah para syahid (pahlawan yang gugur di medan juang)". Setelah hijrah ke Madinah, Nabi mengambil prakarsa mendirikan lembaga pendidikan. Pasukan Quraisy yang tertawan dalam perang Badar dibebaskan dengan syarat mereka masing-masing mengajarkan baca tulis kepada 10 anak-anak muslim. Semenjak saat itu kegiatan baca tulis dan kegiatan pendidikan lainnya berkembang dengan pesat di kalangan masyarakat Madinah. Selanjutnya Madinah tidak hanya menjadi pusat pemerintahan Islam tetapi sekaligus menjadi pusat pendidikan Islam. Pada saat itu di Madinah terdapat sembilan lembaga pendidikan yang mengambil tempat di mesjid-mesjid. Di tempat inilah Nabi menyampaikan pelajaran dan berdiskusi dengan murid-muridnya. Para wanita belajar bersama dengan laki-laki. Bahkan Nabi memerintahkan agar tuan-tuan mendidik budaknya, lalu hendaknya mereka memerdekakannya. Pada tiap-tiap kota diselenggarakan semcam pendidikan tingkat dasar sebagai media pendidikan anak-anak. Ketika Islam telah tersebar ke seluruh penjuru jazirah Arabia, Nabi mengatur pengiriman mu'allim atau guru-guru agama untuk ditugaskan mengajarkan al-Quran kepada suku-suku terpencil.

Minggu, 13 November 2011

puisi cinta kepada-NYA

ketika awan yang kelam menyinari bin
tang yang jatuh membasahi kedua kelopak mata angin, maka hujan itupun yang akan turun deras beserta teman yang selalu mendampingi dirinya yah dialah angin... 
kemanapun mendung ada anginpun yang a
kan selalu setia mendampinginya...setialah sampai bumimenutup kedua sisinya...
..
dera yang menderu mengiringi kisah sendu yang mendera akibat luka dan tangis yang mendalam, keringat yang menggucur menandakan luka tiada lagi...
mungkin inilah yang namanya cinta yang sesungguhnya, dan ku berharap keringatku ini membasahi dirinya sampai benar-benar ia tau betapa aku mencintainya...
..
kini dia memang terkulai lemah akibat ulahku sendiri, namun inilah keputusanku agar dia selalu tau betapa aku selalu mencintainya, tuk saat ini dan untuk selamanya...
..
kutersenyum sendiri bila pikirku melamun melayang mengingatkan dirimu kasih, cinta yang selalu kau beri selalu dan begitu berarti bagiku, lelah hati yang selalu membuatku kesal kini pergi akibat lamunan itu...
..
wesssssssss.....sepoi angin itu menampar wajahku, terkejutku memandang awan di angkasa sana,
lubang hidungkupun kulebarkan agar aku tetap merasa bahwa harum wangi parfumnya selalu ada didekatku..
..
haaaaaaaaaaaiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii... engkau kekasih hatiku dekatlah selalu kau ada disisiku, karna kuselalu menanti akan hadirmu, memelukmu, membelaimu sampai ajal melayang dari tubuhku, dan kutemui kau disyurga yang telah terjanjikan....