BAB
I
PENDAHULUAN
Seorang yang di sebut kafir adalah seorang
pengingkar dan penyangkal agama, yang apabila melihat sinar kebenaran, ia
justru memejamkan matanya, dan apabila mendengar satu huruf pun dari kalimatnya
ia menutup telinganya. Ia tidak mau mempertimbangkan dalil apapun yang telah di
sampaikan kepadanya, dan tidak bersedia tunduk kepada sebuah argument meskipun
telah mengusik nuraninya. Ia menolak semua itu, semata-mata kecintaanya kepada
kepercayaan yang menjadi pegangannya, serta pegangan orang-orang banyak
sekitarnya. Dan dalam berpegang teguh kepada kepercayaannya itu, ia hanya mau
bertaqlid pada jejak para pendahulunya. Jenis manusia seperti inilah yang di
sebutkan Rasulullah dalam firmannya, sesungguhnya seburuk-buruk makhluk
hidup dalam pandangn Allah adalah orang-orang peka dan tuli yang tidak mengerti
apapun, dan sekiranya Allah mengetahui adanya kebaikan pada diri mereka,
tentulah ia jadikan mereka mampu mendengar. (namun) sekiranya Allah menjadikan
mereka mampu mendengar, niscaya mereka berusaha menghindar juga, seraya
memalingkan diri.
Al-kafiruun termasuk surah makiyyah. Isi pokoknya
menegaskan bahwa sesembahan yang disembah orang-orang kafir sangat berlainan
dengan sesembahan yang disembah Rasulullah SAW. Beserta para pengikutnya. Yang mereka
sembah adalah berhala. Sementara yang di sembah Rasulullah SAW dan para
pengikutnya adalah Allah SWT. yang menciptakan segala isi dunia, termasuk
berhala yang menjadi sesembahan mereka. Rasulullah SAW beserta para pengikutnya
sama sekali tidak akan mengambil sesembahan yang mereka sembah, karena berarti
melakukan kemusyrikan. Dan, selama mereka berada dalamkekufuran tidak mungkin
menyembah Allah SWT, yang menjadi sesembahan insan beriman.
BAB
II
PEMBAHASAN
SURAH AL-KAFIRUN : 1 - 6
Artinya:
1.
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2.
aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3.
dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4.
dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5.
dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6.
untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
A. TAFSIR AL-QUR’AN
AL-KARIM
Surah al-kafirun di nilai oleh sementara ulama
sebagai wahyu ke-17 yang diteima oleh nabi Muhammad SAW. Wahyu ke enam belas
adalah surah Al-ma’un. Di dalam mushaf Al-qur’an, surah ini merupakan surah
yang ke-109, sebelum surah Al-kausar.
Ayat 1-2 :
Artinya:
“1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, 2. aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah.”
Yang di maksud dengan orang-orang kafir pada ayat
pertama surah ini adalah tokoh-tokoh orang kafir yang tidak mempercayai ke
esaan Allah serta tidak mengakui kerasulan Muhammad Saw.
Apa yang di perintahkan kepada nabi Saw. Untuk di
sampaikan kepada mereka?”aku tidak akan menyembah apa yang sekarang kalian
sembah”.
La ( لا ) yang berarti “tidak” digunakan untuk menampikan sesuatu
yang akan dating. A’budu
( أعبد ) terambil dari kata ‘abada ( عبد ), yang biasa diartikan “menyembah”, dapat juga di artikan taat
dan tunduk.
Yang ingin di tekankan disini A/ bentuk kata A’budu
yakni bentuk kata kerja masa kini dan masa datang. Penggunaaan bentuk kata
kerja tersebut dalam ayat ini bahwa secara tegas Nabi SAW di perintahkan untuk
atau menyatakan bahwa sekarang dan di masa akan datang beliau tidak menyembah,
tunduk atau taat kepada apa yang sedang di sembah kaum musyrik itu.
Ayat : 3
Artinya
: “ 3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah”.
Ayat ketiga ini mengisyaratkan bahwa mereka itu
tidak akan mengabdi atau taat kepada Allah, tuhan yang sekarang dan di masa
yang akan datang. Di sini timbul pertanyaan, apakah ayat ini tidak bertentangan
dengan kenyataan sejarah, yaitu penduduk mekkah yang tadinya kafir itu
berduyun-duyun memeluk agama islam dan disembah apa yang dembah Rasulullah SAW ?
Jawabannya: tidak !! karena, seperti telah
dikemukakan, ayat ini ditijukan kepada tokoh-tokoh kafir mekkah yang ketika itu
datang kepada Rasulullah SAW. Menawarkan kompromi, dan dalam kenyataan sejarah
tidak memeluk agana islam, dan sebagian dari adannya mati terbunuh karena
kekufurannya.
Ayat : 4-6
Artinya : “ 4. dan aku
tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku."
Ayat keempat kembali menegaskan bahwa: aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah. Kata La ( لا ), sebagaimana dikemukakan dalam bagian yang lalu, dugunakan
untuk menafikan sesuatu yang akan datang, sedang kata ‘abid ( عا
بد ) menunjuk kepada
mendarah dagingnya pekerjaan ibadah pada seseorang.
Bila anda memperhatikan ayat ketiga dan kelima yang
keduanya berbicara tentang apa yang disembah (ditaati) oleh nabi Muhammad SAW,
anda temukan bahwa redaksinya sama, yakni kedua ayat menggunakan a’budu dalam
bentuk kata kerja masa kini dan masa datang. Kesan pertama yang diperoleh berkaitan
dengan perbedaan adalah bahwa bagi nabi, ada konsistensi dalam objek pengabdian
dan ketaatan dalam arti, yang beliau sembah tidak berubah-ubah. Berbeda halnya
dengan orang-orang kafir itu, rupanya apa yang mereka sembah hari ini dan besok
berbeda dengan apa yang mereka sembah kemarin.
Bagi yang berpendapat bahwa mereka tidak beragama,
kata din berarti pembalasan, sedang yang mengartikannya sebagai agama, mengakui
bahwa kata agama disini tidak dipahami dalam pengertian yang utuh.
B. TAFSIR AL-MARAQHI
Ayat : 1-2
Artinya
: “1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, 2. aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah”.
Katakanlah kepada mereka, “sesungguhnya apa yang
kamu sembah itu bukanlah tuhan yang aku sembah. Sebab, kalian telah menyembah
sesuatu yang membutuhkan perantara dan membutuhkan anak. Bahkan berbentuk
seseorang atau sesuatu dan lainnya yang kalian duga sebagai tuhan. Tetapi aku
adalah penyembah tuhan yang tidak ada persamaan dan tandingan-Nya.
Ayat : 3
Artinya:
“3. dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah.”
Sesungguhnya kalian itu bukanlah orang-orang yang
berhak menyembah tuhan yang aku sembah. Sebab sifat-sifat Allah sangat bertentangan
dengan tuhan kalian. Karenannya, tidak mungkin menyamakan antara kedua tuhan
itu.
Ayat : 4-5
Artinya: “4. dan aku
tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah”.
Dan aku tidak akan melakukan ibadah seperti ibadah
kalian. Kalianpun tidak akan melakukan ibadahku. Ibadahku karena ikhlas
kepada-NYA, sedang ibadah kalian telah bercampur dengan kemusyrikan dan
dibarengi dengan keaalpaan terhadap Allah. Karenannya ibadah kalian itu
hakikatnya bukanlah ibadah, tetapi kemusyrikan.
Ayat : 6
Artinya:
“6. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Kalian
mempunyai balasan atas amal kalian, dan akupun menerima balasan atas amalku.
C. TAFSIR AL-AZHAR
Sudah jelas, surah ini diturunkan di mekkah dan yang
dituju adalah kaum musrikin, yang kafir, artinya yang tidak mau menerima seruan
dan petunjuk kebenaran yang di bawakan nabi kepada mereka.
Al-qurthuby meringkaskan tafsir seluruh ayat ini :
“ Katakanlah olehmu wahai utusan-Ku kepada
orang-orang kafir itu, bahwasanya aku tidaklah mau diajak menyembah
berhala-berhala yang kamu sembah dan puja itu, kamupun rupanya tidaklah mau
menyembah kepada Allah saja sebagaimana yang aku lakukan dan serukan. Malahan
kamu persekutukan berhala kamu itu dengan Allah. Maka kalau kamu katakana bahwa
kamupun menyembah Allah jua, perkataan itu bohong, karena kamu adalah musyrik.
Sedangkan Allah itu tidak dapat diperserikatkan dengan yang lain. Dan ibadat
katapun berlain, aku tidak beribadat kepada tuhanku sebagaimana kamu menyembah
berhala, oleh sebab itu, agama kita tidaklah diperdamaikan atau dipersatukan,
“bagi kamu agama kamu, bagiku agamaku pula”.
Surat ini memberi pedoman yang jegas bagi kita
pengikut nabi Muhammad bahwasannya Aqidah tidaklah dapat dipersamakan, tauhid
dan syirik tidak dapat dipertemukan. Kalau yang haq hendaknya dipersatikan
dengan yang bathil, maka yang bathil jualah yang menang. Oleh sebab itu, Aqidah
tauhid itu tidak mengenal apa yang dinamai Crynscritisme, yang berarti
menyesuaikan-nyesuaikan. Misalnya : diantara animism dengan tauhid, penyembahan
berhala dengan sembahyang, penyembelih binatang guna pemuja hantu atau jin
dengan membaca bismillah.
D.ASBABUN NUZUL
Kaum kafir quraisy berusaha keras membujuk dan
mempengarui Rasulullah Saw agar bersedia mengikuti ajaran mereka. Mereka
menawarkan harta kekayaan yang sangat banyak agar beliau menjadi milioner
terkaya di kota mekkah. Kepada beliau dijanjikan akan dikawinkan dengan wanita
yang paling cantik, baik gadis maupun janda yang beliau kehendaki. Dalam upaya
membujuk Rasulullah Saw, mereka mengatakan: “saat ini aku belum bias menjawab.
Aku akan menunggu wahyu dari Allah tuhanku lebih dahulu”. Sejalan dengan
peristiwa ini, maka Allah SWT menurunkan Wahyu kepada Rasulullah Saw berupa
surat Al-Kafirrun yakni sebagai jawaban penolakan terhadap tawaran mereka.
Tawaran yang menurut ukuran orang umum sangat menggiurkan. Namun, Rasulullah
Saw tidak terperangkap bujuk rayu mereka, tetap mempertahankan dakwah islamnya.
Disamping itu
diturunkan pula ayat ke 64 dari surah as-zumar:
Artinya:
“64. Katakanlah: "Maka Apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah,
Hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?"
Ini mempertegas pula kewajiban menolak dan menjauhi
bujuk rayu orang-orang tolol, yakni mereka yang menyembah berhala.
(HR. Thabrani
dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)
Orang-orang kafir quraisy mengajukan tawaran kepada
rasulullah SAW: “ wahai Muhammad sekirannya kamu tidak keberatan mengikuti
agama kami selama satu tahun, maka kami akan berbalik mengikut agamamu selama
ssatu tahun pula”. Sebagai jawaban dari permasalahan ini Allah SWT
memerintahkan kepada malaikat jibril menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW,
yakni surat Al-kafiruun. Secara terang-terangan. Rasulullah Saw memberikan
jawaban kepada mereka, selama tidak akan bertemu satu titik antara agama kufur
dengan agama islam yang hak.
( HR. Abdurrazak dari Wabin. Dan
Ibnu Mundzir meriwayatkan bersumber dari Juraij)
Pada suatu waktu Walid bin Muhirah, al-‘Ash bin
Wail, Aswad bin Muthalib dan Umayyah bin Khalaf bertemu dengan Rasulullah SAW.
Mereka berkata: “ wahai Muhammad, mari kita mengadakan persekutuan. Yakni kita
bersama-sama menyembah apa yang kami sembah, kemudian pada saatnya kami
menyembah apa yang kami sembah. Dan kita bersekutu dalam segala urusan apa
saja. Kamulah yang menjadi pimpinan dalam hal ini”. Sehubungan dengan tawaran
tokoh-tokoh kafir quraisy ini, maka Allah SWT. menurunkan Surar Al-kafiruun
sebagai jawaban atas ajakan mereka tersebut. Secara tegas Allah SWT memberikan
keterangan kepada Rasulullah SAW bahwa tidak ada persekutuan maupun
persaudaraan antara orang-orang kafir dengan orang-orang beriman, baik dalam
urusan apa saja.
(HR. Ibnu Abi Hatim dari Sa’id bin
Mina).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar