Minggu, 09 Oktober 2011

pembahasan surah A-Kafiruun



BAB I
PENDAHULUAN
Seorang yang di sebut kafir adalah seorang pengingkar dan penyangkal agama, yang apabila melihat sinar kebenaran, ia justru memejamkan matanya, dan apabila mendengar satu huruf pun dari kalimatnya ia menutup telinganya. Ia tidak mau mempertimbangkan dalil apapun yang telah di sampaikan kepadanya, dan tidak bersedia tunduk kepada sebuah argument meskipun telah mengusik nuraninya. Ia menolak semua itu, semata-mata kecintaanya kepada kepercayaan yang menjadi pegangannya, serta pegangan orang-orang banyak sekitarnya. Dan dalam berpegang teguh kepada kepercayaannya itu, ia hanya mau bertaqlid pada jejak para pendahulunya. Jenis manusia seperti inilah yang di sebutkan Rasulullah dalam firmannya, sesungguhnya seburuk-buruk makhluk hidup dalam pandangn Allah adalah orang-orang peka dan tuli yang tidak mengerti apapun, dan sekiranya Allah mengetahui adanya kebaikan pada diri mereka, tentulah ia jadikan mereka mampu mendengar. (namun) sekiranya Allah menjadikan mereka mampu mendengar, niscaya mereka berusaha menghindar juga, seraya memalingkan diri.
Al-kafiruun termasuk surah makiyyah. Isi pokoknya menegaskan bahwa sesembahan yang disembah orang-orang kafir sangat berlainan dengan sesembahan yang disembah Rasulullah SAW. Beserta para pengikutnya. Yang mereka sembah adalah berhala. Sementara yang di sembah Rasulullah SAW dan para pengikutnya adalah Allah SWT. yang menciptakan segala isi dunia, termasuk berhala yang menjadi sesembahan mereka. Rasulullah SAW beserta para pengikutnya sama sekali tidak akan mengambil sesembahan yang mereka sembah, karena berarti melakukan kemusyrikan. Dan, selama mereka berada dalamkekufuran tidak mungkin menyembah Allah SWT, yang menjadi sesembahan insan beriman.
BAB II
PEMBAHASAN
SURAH AL-KAFIRUN : 1 - 6
Artinya:
1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
A. TAFSIR AL-QUR’AN AL-KARIM
Surah al-kafirun di nilai oleh sementara ulama sebagai wahyu ke-17 yang diteima oleh nabi Muhammad SAW. Wahyu ke enam belas adalah surah Al-ma’un. Di dalam mushaf Al-qur’an, surah ini merupakan surah yang ke-109, sebelum surah Al-kausar.
Ayat 1-2 :
Artinya: “1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, 2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.”
Yang di maksud dengan orang-orang kafir pada ayat pertama surah ini adalah tokoh-tokoh orang kafir yang tidak mempercayai ke esaan Allah serta tidak mengakui kerasulan Muhammad Saw.
Apa yang di perintahkan kepada nabi Saw. Untuk di sampaikan kepada mereka?”aku tidak akan menyembah apa yang sekarang kalian sembah”.
La ( لا ) yang berarti  “tidak” digunakan untuk menampikan sesuatu yang akan dating. A’budu ( أعبد ) terambil dari kata ‘abada ( عبد ), yang biasa diartikan “menyembah”, dapat juga di artikan taat dan tunduk.
Yang ingin di tekankan disini A/ bentuk kata A’budu yakni bentuk kata kerja masa kini dan masa datang. Penggunaaan bentuk kata kerja tersebut dalam ayat ini bahwa secara tegas Nabi SAW di perintahkan untuk atau menyatakan bahwa sekarang dan di masa akan datang beliau tidak menyembah, tunduk atau taat kepada apa yang sedang di sembah kaum musyrik itu.
Ayat : 3
Artinya : “ 3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah”.
Ayat ketiga ini mengisyaratkan bahwa mereka itu tidak akan mengabdi atau taat kepada Allah, tuhan yang sekarang dan di masa yang akan datang. Di sini timbul pertanyaan, apakah ayat ini tidak bertentangan dengan kenyataan sejarah, yaitu penduduk mekkah yang tadinya kafir itu berduyun-duyun memeluk agama islam dan disembah apa yang dembah Rasulullah SAW ?
Jawabannya: tidak !! karena, seperti telah dikemukakan, ayat ini ditijukan kepada tokoh-tokoh kafir mekkah yang ketika itu datang kepada Rasulullah SAW. Menawarkan kompromi, dan dalam kenyataan sejarah tidak memeluk agana islam, dan sebagian dari adannya mati terbunuh karena kekufurannya.
Ayat : 4-6
Artinya : “ 4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Ayat keempat kembali menegaskan bahwa: aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah. Kata La ( لا ), sebagaimana dikemukakan dalam bagian yang lalu, dugunakan untuk menafikan sesuatu yang akan datang, sedang kata ‘abid ( عا بد ) menunjuk kepada mendarah dagingnya pekerjaan ibadah pada seseorang.
Bila anda memperhatikan ayat ketiga dan kelima yang keduanya berbicara tentang apa yang disembah (ditaati) oleh nabi Muhammad SAW, anda temukan bahwa redaksinya sama, yakni kedua ayat menggunakan a’budu dalam bentuk kata kerja masa kini dan masa datang. Kesan pertama yang diperoleh berkaitan dengan perbedaan adalah bahwa bagi nabi, ada konsistensi dalam objek pengabdian dan ketaatan dalam arti, yang beliau sembah tidak berubah-ubah. Berbeda halnya dengan orang-orang kafir itu, rupanya apa yang mereka sembah hari ini dan besok berbeda dengan apa yang mereka sembah kemarin.
Bagi yang berpendapat bahwa mereka tidak beragama, kata din berarti pembalasan, sedang yang mengartikannya sebagai agama, mengakui bahwa kata agama disini tidak dipahami dalam pengertian yang utuh.
B. TAFSIR AL-MARAQHI
Ayat : 1-2
Artinya : “1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, 2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah”.
Katakanlah kepada mereka, “sesungguhnya apa yang kamu sembah itu bukanlah tuhan yang aku sembah. Sebab, kalian telah menyembah sesuatu yang membutuhkan perantara dan membutuhkan anak. Bahkan berbentuk seseorang atau sesuatu dan lainnya yang kalian duga sebagai tuhan. Tetapi aku adalah penyembah tuhan yang tidak ada persamaan dan tandingan-Nya.
Ayat : 3
Artinya: “3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.”
Sesungguhnya kalian itu bukanlah orang-orang yang berhak menyembah tuhan yang aku sembah. Sebab sifat-sifat Allah sangat bertentangan dengan tuhan kalian. Karenannya, tidak mungkin menyamakan antara kedua tuhan itu.
Ayat : 4-5
Artinya: “4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah”.
Dan aku tidak akan melakukan ibadah seperti ibadah kalian. Kalianpun tidak akan melakukan ibadahku. Ibadahku karena ikhlas kepada-NYA, sedang ibadah kalian telah bercampur dengan kemusyrikan dan dibarengi dengan keaalpaan terhadap Allah. Karenannya ibadah kalian itu hakikatnya bukanlah ibadah, tetapi kemusyrikan.
Ayat : 6
Artinya: “6. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Kalian mempunyai balasan atas amal kalian, dan akupun menerima balasan atas amalku.
C. TAFSIR AL-AZHAR
Sudah jelas, surah ini diturunkan di mekkah dan yang dituju adalah kaum musrikin, yang kafir, artinya yang tidak mau menerima seruan dan petunjuk kebenaran yang di bawakan nabi kepada mereka.
Al-qurthuby meringkaskan tafsir seluruh ayat ini :
“ Katakanlah olehmu wahai utusan-Ku kepada orang-orang kafir itu, bahwasanya aku tidaklah mau diajak menyembah berhala-berhala yang kamu sembah dan puja itu, kamupun rupanya tidaklah mau menyembah kepada Allah saja sebagaimana yang aku lakukan dan serukan. Malahan kamu persekutukan berhala kamu itu dengan Allah. Maka kalau kamu katakana bahwa kamupun menyembah Allah jua, perkataan itu bohong, karena kamu adalah musyrik. Sedangkan Allah itu tidak dapat diperserikatkan dengan yang lain. Dan ibadat katapun berlain, aku tidak beribadat kepada tuhanku sebagaimana kamu menyembah berhala, oleh sebab itu, agama kita tidaklah diperdamaikan atau dipersatukan, “bagi kamu agama kamu, bagiku agamaku pula”.
Surat ini memberi pedoman yang jegas bagi kita pengikut nabi Muhammad bahwasannya Aqidah tidaklah dapat dipersamakan, tauhid dan syirik tidak dapat dipertemukan. Kalau yang haq hendaknya dipersatikan dengan yang bathil, maka yang bathil jualah yang menang. Oleh sebab itu, Aqidah tauhid itu tidak mengenal apa yang dinamai Crynscritisme, yang berarti menyesuaikan-nyesuaikan. Misalnya : diantara animism dengan tauhid, penyembahan berhala dengan sembahyang, penyembelih binatang guna pemuja hantu atau jin dengan membaca bismillah.
D.ASBABUN NUZUL
Kaum kafir quraisy berusaha keras membujuk dan mempengarui Rasulullah Saw agar bersedia mengikuti ajaran mereka. Mereka menawarkan harta kekayaan yang sangat banyak agar beliau menjadi milioner terkaya di kota mekkah. Kepada beliau dijanjikan akan dikawinkan dengan wanita yang paling cantik, baik gadis maupun janda yang beliau kehendaki. Dalam upaya membujuk Rasulullah Saw, mereka mengatakan: “saat ini aku belum bias menjawab. Aku akan menunggu wahyu dari Allah tuhanku lebih dahulu”. Sejalan dengan peristiwa ini, maka Allah SWT menurunkan Wahyu kepada Rasulullah Saw berupa surat Al-Kafirrun yakni sebagai jawaban penolakan terhadap tawaran mereka. Tawaran yang menurut ukuran orang umum sangat menggiurkan. Namun, Rasulullah Saw tidak terperangkap bujuk rayu mereka, tetap mempertahankan dakwah islamnya.
Disamping itu diturunkan pula ayat ke 64 dari surah as-zumar:
Artinya: “64. Katakanlah: "Maka Apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, Hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?"
Ini mempertegas pula kewajiban menolak dan menjauhi bujuk rayu orang-orang tolol, yakni mereka yang menyembah berhala.
(HR. Thabrani dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)
Orang-orang kafir quraisy mengajukan tawaran kepada rasulullah SAW: “ wahai Muhammad sekirannya kamu tidak keberatan mengikuti agama kami selama satu tahun, maka kami akan berbalik mengikut agamamu selama ssatu tahun pula”. Sebagai jawaban dari permasalahan ini Allah SWT memerintahkan kepada malaikat jibril menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW, yakni surat Al-kafiruun. Secara terang-terangan. Rasulullah Saw memberikan jawaban kepada mereka, selama tidak akan bertemu satu titik antara agama kufur dengan agama islam yang hak.
( HR. Abdurrazak dari Wabin. Dan Ibnu Mundzir meriwayatkan bersumber dari Juraij)
Pada suatu waktu Walid bin Muhirah, al-‘Ash bin Wail, Aswad bin Muthalib dan Umayyah bin Khalaf bertemu dengan Rasulullah SAW. Mereka berkata: “ wahai Muhammad, mari kita mengadakan persekutuan. Yakni kita bersama-sama menyembah apa yang kami sembah, kemudian pada saatnya kami menyembah apa yang kami sembah. Dan kita bersekutu dalam segala urusan apa saja. Kamulah yang menjadi pimpinan dalam hal ini”. Sehubungan dengan tawaran tokoh-tokoh kafir quraisy ini, maka Allah SWT. menurunkan Surar Al-kafiruun sebagai jawaban atas ajakan mereka tersebut. Secara tegas Allah SWT memberikan keterangan kepada Rasulullah SAW bahwa tidak ada persekutuan maupun persaudaraan antara orang-orang kafir dengan orang-orang beriman, baik dalam urusan apa saja.
(HR. Ibnu Abi Hatim dari Sa’id bin Mina).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar